PAPER ANALISIS UNDANG-UNDANG ADVOKAT PASAL 31 NOMOR 18 TAHUN 2003
A.
PASAL
31 NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
Advokat
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan,yang memenuhi persyaratan bedasarkan ketentuan undang-undang[[1]],
jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi
hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Klien adalah
orang, badan hukum, atau kembaga lain menerima jasa hukum dari advokat. Bantuan
hukum adalah jasa hujum yang diberikan advokat secara Cuma-Cuma kepada klien
yang tidak mampu.[[2]]
Kata advokat itu sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu “ADVOCARE”
yang berarti to deffend, to call one said, to vouch or to warrant.Sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut “ADVOCATE” yang berarti to
speakin favorof or defend by argument, to support, indicate or recommand
publicly. Dalam bahasa Belandajuga disebutkan bahwa advokat berasal
dari kata “ADVOCAAT” yakni seorang yang telah resmi dianggakat dalam
profesinya sebagai Meester in de Rechten (Mr).
Di Indonesia
sendiri, muncul penamaan-penamaan yang berkaitan dengan profesi advokat ini
diantaranya lawyer, pengacara, barrister, penasehat hukum, dan konsultan hukum.
Variasi dari penamaan-penamaan tersebut dikarenakan dalam undang-undang memakai
istilah yang berbeda-beda, misalkan dalam undang-undang no.1 tahun 1981
tentang kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) mengunakan istilah
penasehat hukum, sedangkan dengan disahkannya undang-undang no.18 tahun 2003
tentng advokat, maka seluruh penamaan yang berhubungan dengan dengan konteks
pembelaan baik didalam ataupun diluar persidangan telah disatukan menjadi
“advokat”, sehingga semua penamaan yang lain sudh tidak dipakai lagi.
Sedangkan
menurut Kode Etik Advokat ( disahkan tahun 23 mei tahun 2002 ), advokat adalah
orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan
yang memenuhi persyaratan bedasarkan undan-undang yang berlaku, baik sebagai
advokat, pengacara,penasehat hukum, pengacara praktek, ataupun sebgai konsultan
hukum.
Dalam hal
ini seorang advokat selain memberikan bantuan hukum diluar pengadilan, berupa
konsultasi hukum, negosiasi,maupundalamhal pembuatan perjanjian kontrak-kontrak
dagang ataupun melakukan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum dari
klien baik orang maupun lembaga atau badan hukum yang menerima jasa hukum dari
advokat.
Lebih
mengerucut, penulis akan menekan pada pasal 31 Undang-Undang Advokat, dalam hal
ini pasal 31 Nomor 18 Tahun 2003 berbunyi
:
“Setiap orang yang dengan
sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-seolah
sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).”
Secara
aspek Filosofis, Sosioligis, Yuridis UU Nomor 18 tahun 2003 sebagai berikut :
1.
Filosofis :
Setiap
orang berhak mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair dan impartial
court).
Hak ini merupakan hak dasar setiap manusia yang
bersifat universal, berlaku di manapun, kapanpun dan pada siapapun tanpa ada
diskriminasi. Pemenuhan hak ini merupakan tugas dan kewajiban Negara.
Kedudukan yang lemah dan ketidakmampuan seseorang
tidak boleh menghalangi orang tersebut mendapatkan keadilan. Pendampingan
hukum (legal representation) kepada setiap orang tanpa
diskriminasi itu merupakan perwujudan dari perlindungan dan perlakuan yang sama
di hadapan hukum tersebut. Tanpa adanya pendampingan hukum maka kesetaraan di
hadapan hukum sebagaimana diamanatkan konstitusi dan nilai universal hak asasi
manusia tersebut tidak akan pernah terpenuhi.
Bantuan Hukum adalah media bagi warga negara yang
tidak mampu untuk dapat mengakses keadilan sebagai manifestasi, jaminan
hak-haknya secara konstitusional. Masalah bantuan hukum meliputi masalah hak
warga negara secara konstitusional yang tidak mampu, masalah pemberdayaan warga
negara yang tidak mampu dalam akses terhadap keadilan, dan masalah hukum
faktual yang dialami warga negara yang tidak mampu menghadapi kekuatan negara
secara struktural.
Disamping itu, pemberian bantuan hukum juga harus
dimaksudkan sebagai bagian integral dari kewajiban warga negara lain yang
mempunyai kemampuan dan kompetensi dalam memberikan bantuan hukum bagi warga
negara yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum, mempunyai manfaat besar bagi
perkembangan pendidikan penyadaran hak-hak warga negara yang tidak mampu
khususnya secara ekonomi, dalam akses terhadap keadilan, serta perubahan sosial
masyarakat ke arah peningkatan kesejahteraan hidup dalam semua bidang kehidupan
berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan perundang-undangan
yang menjamin hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan akses keadilan dan
pendampingan hukum termasuk bantuan hukum (legal aid) bagi
warga negara yang tidak mampu.
2. Sosiologis :
Secara sosiologis bantuan hukum adalah jenis pelayanan yang
sangat dibutuhkan oleh para pencari keadilan di Indonesia. Menurut catatan di
Mahkamah Agung jumlah advokat sampai dengan tahun 2005 adalah kurang dari 3000
orang, bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa
sehingga rasio penduduk berbanding advokat adalah 1 : 7.333. Akibat dari rasio
yang sangat timpang itu maka sangat banyak pencari keadilan yang tidak mendapat
pelayanan pendampingan hukum yang semestinya adalah haknya. Secara tidak
langsung banyak Masyakat membutuhkan Advokat guna mendapatkan keadilan di
hadapan hukum.
3. Yuridis :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 secara implisit merumuskan beberapa hal yang mengamanatkan pentingnya
bantuan hukum. Hal ini terdapat dalam:
a. Pasal 28D:
Ayat
(1)
“Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
b. Pasal 28H
Ayat (2):
Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
c. Pasal 28I
Ayat (4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah.
Ayat (5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak
asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP)
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disahkan sejak tanggal 31
Desember 1981, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76. Sebelum
Undang-Undang ini berlaku, peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum
acara pidana dalam Lingkungan peradilan umum adalah HIR (Staatsblad Tahun
1941 Nomor 44, Het Herziene Inlandsch Reglement) atau dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan Reglemen Indonesia yang Diperbaharui.
Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 terdapat Ketentuan antara lain:
Pasal 54
Guna
kepentinan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam UU ini.
Ketentuan
Pasal 54 tersebut, juga memberikan dasar yuridis perlunya dibentuk UU tentang
Bantuan Hukum, karena mendapatkan bantuan hukum
adalah hak (asasi) dari tersangka atau terdakwa.
B. UU DALAM KAITANYA DALAM MASYARAKAT
Penggunaan jasa advokat tidak hanya diperlukan
seseorang ketika menghadapi masalah hukum. Terkadang, masyarakat borjius atau
kalangan atas, memiliki pengacara atau advokat pribadi. Bahkan, tidak jarang
para pengacara atau advokat sering dipakai sebagai juru bicara seseorang.
Proses memilih advokat atau pengacara sesuai dengan kebutuhan hukumnya hampir
sama dengan proses memilih dokter, akuntan, notaris, arsitek, dan pekerja
propesianal lainnya.[[3]]
Perlu kehati-hatian dan ketelitian klien dalam memilih
jasa perizinan dan menentukan advokat atau pengacara untuk menangani urusan
hukumnya, beberapa petunjuk dapat dijalankan.[[4]]
1)
Pastikan bahwa
advokat atau pengacara tersebut benar-benar merupakan advokat atau pengacara
resmi yang memiliki izin praktik yang masih berlaku, bukan pengacara “gadungan”
atau “porkot”.
2)
Pastikan
bahwa advokat atau pengacara memiliki kualifikasi yang baik dalam bidang hukum
tersebut.
3)
Pastikan bahwa
advokat atau pengacara tidak memiliki konflik kepentingan (conflict interest)
dalam kasus yang ditangani.
4)
Pastikan
bahwa advokat atau pengacara tidak akan melakukan kerjasama dengan pihak lawan
atau advolat/pemgacara pihak lawan.
5)
Pastikan bahwa
advokat atau pengacara tersebut memiliki track record yang
baik dalam keadvokatan atau pengacaraan (perusahaan konsultan atau kantor
konsultan), termasuk menyangkut etika, moral, dan kejujurannya.
6)
Pastikan bahwa
advokat atau pengacara tersebut tidak pernah terlibat dalam malpraktik hukum.
7)
Pastikan
bahwa advokat atau pengacara adalah tipe pekerja keras dan berdedikasi tinggi
akan profesinya serta benar-benar bekerja demi kepentingan kliennya.
8)
Jika merasa ragu
terhadap kredibilitas seorang advokat atau pengacara, mintkanlah fotokopi izin
praktik advokat yang bersangkutan (berwarna merah) yang diterbitkan oleh Komite
Kerja Advokat Indonesia, bukan kop suratnya, atau mintalah informasi tentang
advokat atau pengacara tersebut langsung kepada asosiasi-asosiasi advokat atau
pengacara resmi yang diakui oleh undang-undang, yaitu Persatuan Advokat
Indinesia (PERADI), Kongres Advokat Indinesia (KAI), Ikatan Advokat Indonesia
(IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
(IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara
Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia
(APSI).
9)
Jika diperlukan
tidak sepantasnya oleh oknum advokat atau pengacara, laporkan yang bersangkutan
kepada Dewan Kehormatan Profesi Advokatyang telah ditetapkan oleh Ikatan
Advokat Indonesia (IKADIN), ), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).
C.
ANALISIS PASAL 31
NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
Menurut penulis, pasal 31 nomor 18 tahun 2003 bertentangan dengan
UUD 45, dan bertentangan juga dengan Aspek yuridis UU Advokat itu sendiri,
alasannya karena pasal ini tidak memberikan rasa keadilan terhadap seseorang
yang bukan advokat , namun dapat dikatakan seseorang tersebut dapat memberikan
bantuan hukum seperti halnya Dosen hukum. Dalam hal ini penulis berpendapat
bahwa pasal ini hanya berguna untuk melindungi profesi advokat secara
berlebihan.
Namun benar adanya
jika dipahami secara cermat,
perlindungan terhadap advokat itu, pada dasarnya dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan masyarakat. Kerugian yang mungkin diderita oleh masyarakat sebagai
akibat ulah dari mereka yang mengaku-aku sebagai advokat, dapat berpengaruh
lebih luas dan lebih besar daripada akibat yang ditimbulkan oleh penipuan
biasa, sehingga wajar saja jika diberikan ancaman pidana khusus selain ancaman
pidana umum yang terdapat dalam KUHP, akan tetapi kepentingan masyarakat
tersebut telah cukup terlindungi oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Menurut Mahkamah Konstitusi, ketentuan pasal 31 harus dinyatakan
sebagai ketentuan yang berlebihan yang berakibat pada terhalanginya atau makin
dipersempitnya akses masyarakat terhadap keadilan.
DAFTAR PUSAKA
Luhut M.P
Pangaribuan. Advokat dalam Contempt of Court Satu Proses di Dewan
Kehormatan Profesi. Dalam Amir Syamsuddin. Tanggung jawab Profesi danEtika
Advokat. Di : http//:Click-gtg.blogspot.com/2018/10
Nuh,
Muhammad. Etika Profesi Hukum.Bandung; CV Pustaka Setia. 2011.
Nasution,
M.Irsan. Buku Daras Etika Profesi Hukum. Bandung. 2017
Rahardi,
Kunjana. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta;
Erlangga.2009
Sidarta. Moralitas
Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berfikir. Bandung ;Refika
Aditama. 2006
Undang-undang
nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat
[1] Luhut M.P Pangaribuan. Advokat dalam Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi.
Dalam Amir Syamsuddin. Tanggung jawabProfesi danEtika Advokat. Di :
http//:Click-gtg.blogspot.com/2017/03