Kamis, 08 Agustus 2019


A.    PASAL 31 NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan,yang memenuhi persyaratan bedasarkan ketentuan undang-undang[[1]], jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Klien adalah orang, badan hukum, atau kembaga lain menerima jasa hukum dari advokat. Bantuan hukum adalah jasa hujum yang diberikan advokat secara Cuma-Cuma kepada klien yang tidak mampu.[[2]]
        Kata advokat itu sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu “ADVOCARE” yang berarti to deffend, to call one said, to vouch or to warrant.Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “ADVOCATE” yang berarti to speakin favorof or defend by argument, to support, indicate or recommand publicly. Dalam bahasa Belandajuga disebutkan bahwa advokat berasal dari kata “ADVOCAAT” yakni seorang yang telah resmi dianggakat dalam profesinya sebagai  Meester in de Rechten (Mr).
Di Indonesia sendiri, muncul penamaan-penamaan yang berkaitan dengan profesi advokat ini diantaranya lawyer, pengacara, barrister, penasehat hukum, dan konsultan hukum. Variasi dari penamaan-penamaan tersebut dikarenakan dalam undang-undang memakai istilah yang  berbeda-beda, misalkan dalam undang-undang no.1 tahun 1981 tentang kitab undang-undang  hukum acara pidana (KUHAP) mengunakan istilah penasehat hukum, sedangkan dengan disahkannya undang-undang no.18 tahun 2003 tentng advokat, maka seluruh penamaan yang berhubungan dengan dengan konteks pembelaan baik didalam ataupun diluar persidangan telah disatukan menjadi “advokat”, sehingga semua penamaan yang lain sudh tidak dipakai lagi.
Sedangkan menurut Kode Etik Advokat ( disahkan tahun 23 mei tahun 2002 ), advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan bedasarkan undan-undang yang berlaku, baik sebagai advokat, pengacara,penasehat hukum, pengacara praktek, ataupun sebgai konsultan hukum.
Dalam hal ini seorang advokat selain memberikan bantuan hukum diluar pengadilan, berupa konsultasi hukum, negosiasi,maupundalamhal pembuatan perjanjian kontrak-kontrak dagang ataupun melakukan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum dari klien baik orang maupun lembaga atau badan hukum yang menerima jasa hukum dari advokat.
Lebih mengerucut, penulis akan menekan pada pasal 31 Undang-Undang Advokat, dalam hal ini pasal 31 Nomor 18  Tahun 2003 berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-seolah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).”
Secara aspek Filosofis, Sosioligis, Yuridis UU Nomor 18 tahun 2003  sebagai berikut :
1.      Filosofis :

 Setiap orang berhak mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair dan impartial court).
Hak ini merupakan hak dasar setiap manusia yang bersifat universal, berlaku di manapun, kapanpun dan pada siapapun tanpa ada diskriminasi. Pemenuhan hak ini merupakan tugas dan kewajiban Negara.
Kedudukan yang lemah dan ketidakmampuan seseorang tidak boleh menghalangi orang tersebut mendapatkan keadilan. Pendampingan hukum (legal representation) kepada setiap orang tanpa diskriminasi itu merupakan perwujudan dari perlindungan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum tersebut. Tanpa adanya pendampingan hukum maka kesetaraan di hadapan hukum sebagaimana diamanatkan konstitusi dan nilai universal hak asasi manusia tersebut tidak akan pernah terpenuhi.
Bantuan Hukum adalah media bagi warga negara yang tidak mampu untuk dapat mengakses keadilan sebagai manifestasi, jaminan hak-haknya secara konstitusional. Masalah bantuan hukum meliputi masalah hak warga negara secara konstitusional yang tidak mampu, masalah pemberdayaan warga negara yang tidak mampu dalam akses terhadap keadilan, dan masalah hukum faktual yang dialami warga negara yang tidak mampu menghadapi kekuatan negara secara struktural.
Disamping itu, pemberian bantuan hukum juga harus dimaksudkan sebagai bagian integral dari kewajiban warga negara lain yang mempunyai kemampuan dan kompetensi dalam memberikan bantuan hukum bagi warga negara yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum, mempunyai manfaat besar bagi perkembangan pendidikan penyadaran hak-hak warga negara yang tidak mampu khususnya secara ekonomi, dalam akses terhadap keadilan, serta perubahan sosial masyarakat ke arah peningkatan kesejahteraan hidup dalam semua bidang kehidupan berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjamin hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan akses keadilan dan pendampingan hukum termasuk bantuan hukum (legal aid) bagi warga negara yang tidak mampu.
2.      Sosiologis :
Secara sosiologis bantuan hukum adalah jenis pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh para pencari keadilan di Indonesia. Menurut catatan di Mahkamah Agung jumlah advokat sampai dengan tahun 2005 adalah kurang dari 3000 orang, bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa sehingga rasio penduduk berbanding advokat adalah 1 : 7.333. Akibat dari rasio yang sangat timpang itu maka sangat banyak pencari keadilan yang tidak mendapat pelayanan pendampingan hukum yang semestinya adalah haknya. Secara tidak langsung banyak Masyakat membutuhkan Advokat guna mendapatkan keadilan di hadapan hukum.
3.      Yuridis :
1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit merumuskan beberapa hal yang mengamanatkan pentingnya bantuan hukum. Hal ini terdapat dalam:
a.      Pasal 28D:
 Ayat (1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
b.      Pasal 28H
Ayat (2):
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
c.      Pasal 28I
Ayat (4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Ayat (5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
2.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disahkan sejak tanggal 31 Desember 1981, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76. Sebelum Undang-Undang ini berlaku, peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam Lingkungan peradilan umum adalah HIR (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44, Het Herziene Inlandsch Reglement) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Reglemen Indonesia yang Diperbaharui.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 terdapat Ketentuan antara lain:
Pasal 54
Guna kepentinan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam UU ini.
Ketentuan Pasal 54 tersebut, juga memberikan dasar yuridis perlunya dibentuk UU tentang Bantuan Hukum, karena mendapatkan bantuan hukum adalah hak (asasi) dari tersangka atau terdakwa. 
B.     UU DALAM KAITANYA DALAM MASYARAKAT
Penggunaan jasa advokat tidak hanya diperlukan seseorang ketika menghadapi masalah hukum. Terkadang, masyarakat borjius atau kalangan atas, memiliki pengacara atau advokat pribadi. Bahkan, tidak jarang para pengacara atau advokat sering dipakai sebagai juru bicara seseorang. Proses memilih advokat atau pengacara sesuai dengan kebutuhan hukumnya hampir sama dengan proses memilih dokter, akuntan, notaris, arsitek, dan pekerja propesianal lainnya.[[3]]
Perlu kehati-hatian dan ketelitian klien dalam memilih jasa perizinan dan menentukan advokat atau pengacara untuk menangani urusan hukumnya, beberapa petunjuk dapat dijalankan.[[4]]
1)      Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut benar-benar merupakan advokat atau pengacara resmi yang memiliki izin praktik yang masih berlaku, bukan pengacara “gadungan” atau “porkot”.
2)        Pastikan bahwa advokat atau pengacara memiliki kualifikasi yang baik dalam bidang hukum tersebut.
3)      Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak memiliki konflik kepentingan (conflict interest) dalam kasus yang ditangani.
4)       Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak akan melakukan kerjasama dengan pihak lawan atau advolat/pemgacara pihak lawan.
5)      Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut memiliki track record yang baik dalam keadvokatan atau pengacaraan (perusahaan konsultan atau kantor konsultan), termasuk menyangkut etika, moral, dan kejujurannya.
6)      Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut tidak pernah terlibat dalam malpraktik hukum.
7)        Pastikan bahwa advokat atau pengacara adalah tipe pekerja keras dan berdedikasi tinggi akan profesinya serta benar-benar bekerja demi kepentingan kliennya.
8)      Jika merasa ragu terhadap kredibilitas seorang advokat atau pengacara, mintkanlah fotokopi izin praktik advokat yang bersangkutan (berwarna merah) yang diterbitkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, bukan kop suratnya, atau mintalah informasi tentang advokat atau pengacara tersebut langsung kepada asosiasi-asosiasi advokat atau pengacara resmi yang diakui oleh undang-undang, yaitu Persatuan Advokat Indinesia (PERADI), Kongres Advokat Indinesia (KAI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),  Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
9)      Jika diperlukan tidak sepantasnya oleh oknum advokat atau pengacara, laporkan yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Profesi Advokatyang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), ), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),  Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).


C.     ANALISIS PASAL 31 NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

Menurut penulis, pasal  31 nomor 18 tahun 2003 bertentangan dengan UUD 45, dan bertentangan juga dengan Aspek yuridis UU Advokat itu sendiri, alasannya karena pasal ini tidak memberikan rasa keadilan terhadap seseorang yang bukan advokat , namun dapat dikatakan seseorang tersebut dapat memberikan bantuan hukum seperti halnya Dosen hukum. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa pasal ini hanya berguna untuk melindungi profesi advokat secara berlebihan.
Namun benar adanya  jika dipahami secara cermat, perlindungan terhadap advokat itu, pada dasarnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Kerugian yang mungkin diderita oleh masyarakat sebagai akibat ulah dari mereka yang mengaku-aku sebagai advokat, dapat berpengaruh lebih luas dan lebih besar daripada akibat yang ditimbulkan oleh penipuan biasa, sehingga wajar saja jika diberikan ancaman pidana khusus selain ancaman pidana umum yang terdapat dalam KUHP, akan tetapi  kepentingan masyarakat tersebut telah cukup terlindungi oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Mahkamah Konstitusi, ketentuan pasal 31 harus dinyatakan sebagai ketentuan yang berlebihan yang berakibat pada terhalanginya atau makin dipersempitnya akses masyarakat terhadap keadilan.





DAFTAR PUSAKA

 Luhut M.P Pangaribuan. Advokat dalam Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi. Dalam Amir Syamsuddin. Tanggung jawab Profesi danEtika Advokat. Di : http//:Click-gtg.blogspot.com/2018/10
Nuh, Muhammad. Etika Profesi Hukum.Bandung; CV Pustaka Setia. 2011.
Nasution, M.Irsan. Buku Daras Etika Profesi Hukum. Bandung. 2017
Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; Erlangga.2009
 Sidarta. Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berfikir. Bandung ;Refika Aditama. 2006
Undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat



[1] Luhut M.P Pangaribuan. Advokat dalam Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi. Dalam Amir Syamsuddin. Tanggung jawabProfesi danEtika Advokat. Di : http//:Click-gtg.blogspot.com/2017/03
[2] Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; Erlangga.2009 hal. 144
[3] Undang-undang nomor18 tahun 2003

[4] M. Irsan Nasution, Buku Daras Etika Profesi Hukum, Bandung, Hlm 48

Information For Teenager . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates