Sabtu, 17 Juli 2021

 SEJARAH PENDIDIKAN MASA ORDE LAMA 1945-1966

A.    Politik Pemerintah Indonesia Terhadap Pendidikan Pasca Kemerdekaan

Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 terjadilah perubahan yang bersifat mendasar dalam bidang Pendidikan. Pendidikan pada masa itu disesuaikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan menentukan, untuk itu dibentuklah Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan.

Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan Instruksi Umum yang isinya memerintahkan kepada semua kepala-kepala sekolah dan guru-guru, yaitu:

1.      Mengibarkan Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah.

2.      Melagukan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

3.      Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigayo lagu kebangsaan Jepang.

4.      Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintah balatentara Jepang.

5.      Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid [1]

Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:

1.      Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

2.      Pemerintah mengusahakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya Pada Waktu Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI dijabat oleh Mr. Soewardi, dibentuk Panitia Penyidik Pengajar Republik Indonesia di Yogyakarta yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Panitia tersebut dibentuk berdasarkan keputusan rapat badan pekerja KNIP tanggal 27 Desember 1945 atas dasar pertimbangan pemerintah untuk pembentukan negara dan masyarakat baru, perlu dibentuk dasar dan susunan pengajaran baru. [2]Panitia tersebut mempunyai pedoman kerja sebagai berikut:

a.       Panitia bertugas merencanakan susunan baru untuk tiap-tiap macam sekolah

b.      Menetapkan bahan-bahan pengajaran dan menimbang keperluan yang praktis dan tidak terlalu berat

c.       Menyiapkan rencana-rencana pelajaran untuk tiap-tiap sekolah dan kelas termasuk fakultas, dengan disertai daftar dan keterangan langsung.

Pendidikan dan pengajaran di arahkan kepada usaha membimbing murid-murid, agar menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan social, semua sekolah harus terbuka untuk tiap penduduk. Panitia Penyelidik Pendidikan pada waktu itu menghasilkan suatu perumusan tentang Tujuan Pendidikan. Tujuannya untuk mendidik menjadi warga negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dsan pikiran untuk negara, tujuan Pendidikan pada waktu itu penekanan pada penanaman semangat patriotism. Situasi pada waktu itu sangat memungkinkan untuk menanam patriotism kepada masyarakat yang sedang mengalami perjuangan fisik dan sewaktu-waktu kolonialis belanda masih berusaha untuk menjajah kembali.

Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 kemudian dijadikan landasan idiil pendidikan di Indonesia. Walaupun dalam kurun waktu 1945-1950 negara Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang Dasar, tetapi dasar falsafah negara tidak mengalami perubahan. Karena itulah Pancasila mantap menjadi landasan idiil pendidikan di Indonesia.[3]

Pada Desember 1949, Indonesia mengalami perubahan ketatanegaraan. UUD 1945 diganti dengan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat. Meskipun demikian, landasan idill Pendidikan tidak mengalami perubahan, tetapi tujuan Pendidikan mengalami perubahan. Pada tanggal 5 April 1950 di undangkan Undang-undang No. 4 tahun 1950 mengenai dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah oleh Presiden Republik Indonesia (Mr. Asaat) dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan yaitu S. Mangunsarko. Dalam UU No 4 tahun 1950 bab II, pasal 3, tujuan Pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia Susila yang cakap dan warga negara yang demokratis setia bertanggung jawab teradap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Perubahan mendasar yang terjadi pada masa ini juga menyangkut system persekolahan. Setelah kemerdekaan system persekolahan di Indonesia mengenal tiga tingkat Pendidikan yaitu:

1.      Pendidikan Rendah

Pendidikan terendah di Indonesia yaitu sekolah Dasar. Pada tahun 1945 sekolah dasar tersebut disebut Sekolah Rakyat dan lama pendidika 6 tahun.

2.      Pendidikan Menengah

Terbagi menjadi dua tingkat. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan Sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Masing masing tingkat selama 3 tahun. Tingkat Pendidikan menengah dibagi pula menjadi dua jenis yaitu sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan.

3.      Pendidikan tinggi

Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk menuruskan ke Lembaga Pendidikan tinggi terbuka bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat. Lembaga Pendidikan tinggi berkembang oesat, tetapi pelaksanaannya di selenggarakan di tengah perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali disela dengan perjuangan di garis depan. Lembaga tinggi pada masa itu dintaranya yaitu Universitas Gajah Mada, dan beberapa sekolah tinggi akademi di Jakarta, Klaten, Solo, Yogyakarta.

 

Selain itu, juga terdapat sekolah yang tidak termasuk dalam sekolah yang mengajarkan pelajaran umum atau langsung mengarah kepada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja, yaitu:

1.      Pendidikan Guru

Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenaltiga jenis pendidikan guru yaitu:

a.       Sekolah Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III sedangkan pendidikan keuruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP,SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, perta ditempuh di kelas II dan ujian kedua di kelas IV.

b.      Sekolah Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan diantaranya dijadikan SGB.

c.       Sekolah guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGB hanya penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.

 

2.      Pendidikan Kejuruan

a.       Pendidikan ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.

b.      Pendidikan Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.

 

3.      Pendidikan Teknik

a.       Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus in lamamnya satu tahun lamanya dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.

b.      Sekolah Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.

c.       Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal, percetakan dan pertambangan.

d.      Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan: bangunnan gedung, bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.

 

Adapun mengenai pelaksanaan UU No 4 tahun 1950 (yang disempurnakan dengan  UU no 12 tahun 1954) ada beberapa jenis pendidikan dan kegiatannya yaitu:

1.      Pendidikan Jasmani

Di indonesia departemen olahraga menegejar prestasi olahraga. Sikap ambivalensi ini dapat dilihat dari UGM yang memasukkan jurusan pendidikan jasmani dalam fakultas sastar. Pendagogik dan filsafat yang berarti dalam ilmu kerohanian (Geiisteswissenshafft). Di UI yang aakademi pendidian jasamaninya ada di bandung dimasukkan dalam fakultas kedokteran artinya digolongkan dalam ilmu alam (naturrwissenchafft).

2.      Pendidikan Orang Dewasa

Pendidikan orang dewasa ini lebih dikenal dengan pendidikan masayarakat yang diselenggarakan oleh jawatan pendidikan masyarakat. Kegiatan pendidikan masyarakat ditentukan menurut kebjakan pemerintah berdasarkan atas surat keputusan menteri PP dan K tanggal 15 Februari 1961 Nomor 4223/Kab.

3.      Pendidikan Luar Biasa

Berdasarkan surat keputusan menteri PP dan K nomor /Kab. Tanggal 9 Agustus 1953 jawatan pengajaran membentuk sebuah instansi urusan Pendidikan Luar Biasa yang bertugas “mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan luar bias di Indonesia”. Inspeksi pendidikan guru pun mempunyai “inspeksi sekolah guru luar biasa” yang ditandatangani oleh Pendidikan Luar Biasa ini ilaha para tuna netra, tuna rungu, tuna wicara dan lemah ingatan bahkan anak-anak cacad tubuh seperti Yayasan Pemeliharaan Anak-Anak Cacad dari Dr. Soeharso. Kebanyakan pendidikan semacam ini banyak dikelola oleh yayasan-yayasan sedangkan pemerintah turut memberi bantuan material, fungsional dan tenaga pengajar.

4.      Pendidikan Guru

Pada tahun 1951 jawatan pengajaran telah membuat rencana 10 tahun kewajiban belajar. Diperkirakan pada tahun itu jumlah anak yang ersekolah kira-kira sebesar 5.921.200. Untuk itu diperkirakan diperlukan tenaga guru sebesar 118.424 orang. Untuk maksud tersebut diperlukan pengadaan guru yamg amat mendesak. Sehubungan dengan itu kementerian PP dan K melalui kerjasama PGRI menyelenggarakan pendidikan guru darurat yaitu berupa kursus-kursus yang berbnetuk kursuss pengajar untuk kursusu pengantar kewajiban balajar atau di singkat KPKPKB. Di setiap kabupaten terdapat dua KPKPKB dengan masing-masing murid 80 orang.

5.      Pendidikan kejuruan

Setelah Indonesia merdeka pendidikan kejuruan masih elatif terbelakang dibandingkan debgabn pendidikan umum. Kendala-kendalanya anrara lain karena pendidikan umum masih menjanjikan kemungkinan untuk memperolah pendidikan setinggi-tingginya disamping itu lowongan pekerjaan ketika itu masih terbuka. Selain itu peralatan tidak mencukupi, tenaga pengajar kurang dan pemahaman masyarakat sendiri terhadap manfaat pendidikan kejuruan itu belum banyak sehingga mereka enggan menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah kejuruan. Sehubungan dengan kurangnya alat pendidikan maka pada tahun 1951 pemerintah dengan bantuan luar negeri mencoba memesan alat-alat untuk sekolah teknik, tetapi setelah bantuan ada pelaksaaannya tidak lancar karena tidak ada tenaga yang menggunakannya dan infrastruktur berupa gedung masih belum tersedia.

6.      Pendidikan wanita

UU Nomor 4 tahun 1950 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para kaum wanita untuk mengikuti semua jenis dan jenjang pendidikan sehiingga dapat menjamin kehidupan mereka dalam masyarakat sebagai WNI yang sederajat dengan kaum pria. Sehubungan dengan itu selain sekolah-sekoah umum yang dapat diikuti oleh kaum wanita sampai ke jenjang setinggi-tingginya. Ketika itu pemerintah menyelenggarakan pula pendidikan-pendidikan kejuruan wanita seperti Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) dan Sekolah Guru kepandaian Puteri (SGKP). Di SKP dibuka kejuruan-kejuruan seperti menjahit, memasak, kerajianan tangan, memimpin rumah tangga, mengasuh anak.

7.      Pendidikan Agama

Berdasarkan peraturan bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama maka di setiap sekoah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama sebanyak dua minggu sekali saejak di kelas IV kecuali untuk lingkungan istimewa diberikan sejak kelas I. Pendidikan agama diberikan menurut agama murud masing-masing. Guru-guur agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama serta biaya pendidikan di tanggung oleh kementerian agama. Yang nantinya sistem ini juga berlaku di sekolah-sekolah swasta jika pengurusnya mengkehendakinya dan orang tua murid memintanya.

8.      Pendidikan Tinggi

Dalam rangka pelaksanaan UU darurat Nomor 7 Ferbruari 1950, dibentuklah Universitas Indonesia dengan Ir. Surachman sebagai presiden (rektor) Universitas ini merupakan gabungan anatara balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia dengan Universiteit van Indonesie, termasuk cabang-cabangnya dari berbagai fakultas di Bogor, Bandung, Surabaya dan Makasar.

9.      Pendidikan Swasta

Dalam masa kemerdekaan terutama dalam periode antara tahun 1950-1959 bermunculan sekolah swasta, baik yang baru berdri ataupun melanjutkan kembali sekolah-sekolah swata yang pernah ada sebelumnya. Sekolah-sekolah swata itu tidak ahnya atas dasar agama isalam seperti Muhamadiyah tetapi juga atas dasar aagama protestan dan katolik. Meskipun ada lembaga pendidikan dari berbagai bidang dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak swata ini, pemerintah PP dan K tetap melakukan tugas koordinasi. Selain memberikan subsidi untuk sekolah swata yang belum memenuhi syarat, pemerintah juga menyediakan tenaga-tenaga pengajar untuk diperbantukan.

 

Secara singkat Kronologi Pendidikan Masa Orde Lama sebagai berikut

1.      Dari tahun 1945-1950 landasan idiil pendidikan adalah UUD 1945 dan falsafah Pancasila,

2.      Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat, di negara bagian timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan Belanda.

3.      Pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan RI, landasan idiil pendidikan UUDS RI.

4.      Pada tahun 1959 Presiden mendekritkan RI kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto Politik RI menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana

5.      Pada tahun 1965, sesudah peristiwa G 30 S/PKI kita kembali lagi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.[4]

 

Kurikulum

Kurikulum SD mengalami perubahan disesuaikan dengan Panca Wardhana. Dalam kurikulum ini dikenal adanya mata pelajaran yang sifatnya membina kecerdasan, ketrampilan dan rasa/karya sesaui dengan wardhana yang ada. Untuk kurikulum SD diperkenalkan mata pelajaran yang dinamakan Pendidikan Kemasyarakatan. Mata pelajaran ini dianggap sebagai alat utuk moral nasional/internasional dan keagamaan (dokumen kurikulum). Mata pelajaran pendidikan kemasyaraktan merupakan pengintegrasian mata pelajaran ilmu bumi, sejarah dan kewarganegaraan.

Perubahan kurikulum yang drastis terjadi untuk SMP dan SMA. Pembagian jurusan A dan B di SMP dihapuskan. Sebagai sekaloh jenjang pendidikan menengah pertama adalah terlalu muda bagi sisianya untuk dipaksa kurikulum untuk memilih jalur A atau B apalagi penjaluran itu dilakukan ketika siswa akan naik ke kelas dua.

Struktur kurikulum SMP terdiri dari kelompok dasar, kelompok cipta, kelompok rasa/karya dan kelompok krisa. Struktur ini disesuaikan dengana keputusan menteri menegani panca Wadhana. Kelompok dasr memberikan pengetahuan terdiri natas pelajaran Kewarganegaraan, Sejarah Nasioanl Indonesia, Bahasa Indonesia, ilmu bumi Indonesia, pendidikan agama/budi pekerti dan pendidikan jasmani/kesehatan. Mata pelajaran seperti Aljabar, ilmu ukur, ilmu hayat, ekonomi adalah mata pelajaran yang etmasuk kelompok cipta, sejarah dunia termasuk pelajaran dalam kelompok cipta ini. Mata pelajaran dalam kelompok rasa/karya adalah drama dan sastra.

Selanjutnya pada tahun 1962 ditetapkan SMP diberi nanam SMP gaya baru bebas jalur. Jalur atau jurusan baru diadakan di SMA. Pembagian itu baru diadakan setelah siswa satu tahun berda di SMA. Karena itu SMA ini pun dinamakan SMA gaya baru. Di kelas dua dan dilanjutkan di kelas tiga siswa dapat memilih empat jurusan yaitu, jurusan budaya, sosial, ilmu pasti dan ilmu alam.

Kurikulum di SMA menetapkan bahwa mereka yang memilih jurusan satra diharuskan belajar bahasa asing seperti Jerman dan Perancis. Bahasa jawa kuno dan tulisan Arab Melayu adalah mata pelajaran yang termasuk dalam jurusan sastra. Sedangkan untuk jurusan sosial terdapat mata pelajaran seperti ekonomi, tata buku, hukum dan tata negara, etnologi/sosiologi. Dalam jurusan ilmu pasti terdapat mata pelajaran yang berhubungan dengan matematika seperti aljabar, ilmu ukur ruang, ilmu ukur bidang sedangkan bagi meraka yang masuk jurusan ilmu alam akan mendapatkan mata pelajaran seperti ilmu alam. Kimia, ilmu tubuh manusia, ilmu hewan dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

 

Sistem Ujian

Di jenjang pendidikan dasar dan menegah diadakan ulangan untuk setelah beberapa pertemuan. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan masa sekarang. Meskipun demikian. Pada waktu itu tidak digunakan istilah formatif, sub-sumatif, ataupun sumatif.

Di kedua jenjang pendidikan ini tes tetap merupakan alat evaluasi yang utama. Dapat dikatakan hanya pemberian tugas yang merupakan alat evaluasi tambahan. Memang keadaan ini pun tidak berbeda dengan prinsip dengan alat evaluasi yang digunakan guru sekarang. Walaupun demikian guru belum mengenal bentuk tes obyektif. Bentuk soal yang digunakan masih berupa uraian (esai). Bentuk ini digunakan di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan dan terus digunakan tanpa ada perubahan dalam bentuk samapai nantinya digunakan bentuk tes obyektif.

Fungsi ujian akhir sekolah ini terutama adalah untuk mereka yang akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadi di tahun terakhir SD, siswa yang akan melanjutkan pelajarannya ke SMTP diharuskan untuk menempuh ujiian negara. Demikian pula bagi mereka yang ingin melanjutkan dari SMTP ke SMTA sehingga pada waktu itu dikenal adanya mereka yang akan tamat dan sekolah dan bagi mereka yang lulus dari suatu sekolah. Keadaan semacam ini nantinya berubah di mana siswa diminta untuk ikut untuk ujian akhir pendidikannya dan setelah itu mengikuti ujian masuk suatu sekolah keadaan ini terakhir berlangsung dari tahun 1970-1987 di mana kemudian diperkenalkan sistem Nilai Ebtanas Murni (NEM). Dengan model ini siswa tidak perlu lagi mengikuti tes masuk untuk sekolah yang akan di ikutinya.

 

Angka yang digunakan untuk apresiasi hasil yang diperolah adalah dari 0-10. Skala ini masih digunakan samapai sekarang dan masih merupakan warisan pendidikan pada masa penjajahan Belanda.

Daftar Pustaka

Sumarsono Mestoko, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Balai Pustaka, 1985.

I. Djumhur-Danasaputra. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu, 1979.

Moehadi, dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Tengah, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981.

Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, Bandung: Angkasa, 1981.

Artantio. Pendidikan Awal Kemerdekaan dan Orde lama. https://historyvitae.wordpress.com/2012/10/11/pendidikan-awal-kemerdekaan-dan-orde-lama/. Diakses pada 19 Februari 2018.

 

 

 



[1]  I. Djumhur-Danasaputra, Sejarah Pendidikan, Bandung: CV. Ilmu, 1979, hlm. 200

[2] Moehadi, dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Tengah, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981, hlm 107.

[3] Sumarsono Mestoko, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm. 145-147

[4] Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, Bandung: Angkasa, 1981, hlm 31.

Information For Teenager . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates